This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 29 September 2013


Makalah
DEMOKRASI DAN SISTEM POLITIK 
DALAM  ISLAM 



 

 
Dosen Pembimbing : syaifullah taufiq

Disusun oleh :
Kelompok 33 
1) Saktia Golda .S. (3413100055)
2) Alif Mustofa (3413100065)
3) Herdias Valiant (3413100185)
4) Eriex Rexza .N. (3413100075)


 
Makalah ini diseminarkan pada tanggal 22 september 2013
Diajukan sebagai tugas mata kuliah agama semester 1
 
Institut teknologi sepuluh nopember
Its
2013
 
  

tugas


KATA PENGANTAR

                Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita dan tak lupa pula kita mengirim salam dan salawat kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawakan kita suatu ajaran yang benar yaitu agama Islam, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Demokrasi Dalam Islam”  ini dengan lancar.
            Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang kami peroleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan agama islam serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan agama islam, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pengajar matakuliah Pendidikan Agama Islam atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
            Kami harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai demokrasi dalam kacamata Islam di kehidupan modern. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

                                                                                               Surabaya, September 2013
                                                                                                           Penulis


                                                                                                         Kelompok
7












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Implementasi Iman Dan Taqwa Dalam Kehidupan Modern
BAB II
MASALAH
2.1 Rumusan Masalah
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian iman dan taqwa
3.2 Problematika tantangan dan resiko dalam kehidupan modern
3.3 Hubungan timbal balik antara taqwa dan iman
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
















BAB I
PENDAHULUAN

Pada akhir abad ke-20, demokratisasi menjadi salah satu isu yang paling populer diperbincangkan. Bukti nyata dari kepopuleran isu itu adalah berlipat gandanya jumlah negara yang menganut sistem pemerintahan demokratis. Negara yang awalnya tidak demokratis, juga ikut merubah haluan negaranya menjadi demokratis.
Demokrasi pada dasarnya adalah sebuah proses pemilihan yang melibatkan banyak orang untuk mengangkat seseorang yang berhak memimpin dan mengurus tata kehidupan komunal mereka. Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia).
Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar ma’ruf nahi munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai pemimpin negara. Hal tersebut merupakan prinsip Islam yang harus ditegakkan dimana pun dan kapan saja, supaya terwujud masyarakat yang aman dan sejahtera.
Secara normatif Islam memiliki konsep demokrasi yang tercermin dalam prinsip – prinsip demokrasi. Bagaimanakah Demokrasi dalam perspektif Islam? Bagaimanakah politik dalam pandangan Islam dan prinsip – prinsipnya? Dan apa sajakah kontribusi umat Islam dalam perpolitikan Nasional? Tulisan ini ingin mengkaji demokrasi dalam perspektif Islam dari aspek elemen-elemen musyawarah, sistem politik dan nasionalisme dalam Islam.





BAB II
DEMOKRASI DALAM ISLAM
2.1  Pengertian Demokrasi
 Menurut KBBI, demokrasi berarti  (bentuk atau sistem) pemerintahan yg seluruh rakyatnya turut serta memerintah dng perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat atau gagasan atau pandangan hidup yg mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yg sama bagi semua warga Negara.
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía) "kekuasaan rakyat",[1] yang terbentuk dari δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (kratos) "kekuatan" atau "kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota Yunani, salah satunya Athena; kata ini merupakan antonim dari ἀριστοκρατία (aristocratie) "kekuasaan elit". Secara teoretis, kedua definisi tersebut saling bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak jelas lagi.[2] Sistem politik Athena Klasik, misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis kepada pria elit yang bebas dan tidak menyertakan budak dan wanita dalam partisipasi politik. Di semua pemerintahan demokrasi sepanjang sejarah kuno dan modern, kewarganegaraan demokratis tetap ditempati kaum elit sampai semua penduduk dewasa di sebagian besar negara demokrasi modern benar-benar bebas setelah perjuangan gerakan hak suara pada abad ke-19 dan 20. Kata demokrasi (democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16 dan berasal dari bahasa Perancis Pertengahan dan Latin Pertengahan lama.
Di dunia barat, seperti yang diajukan oleh Abraham Lincoln, demokrasi diartikan sebagai “Pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat (terjemahan dari Government by the people, from the people and for the people).”
Demokrasi di dunia Barat, seperti di Eropa Barat, Inggris dan negara-negara persemakmuran, Amerika Serikat dan negara-negara di wilayah Skandinavia, dilaksanakan dalam kaitan ajaran tentang pembagian kekuasaan, di mana badan pembuat undang-undang dilaksanakan parlemen yang dipilih oleh rakyat, dan kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada parlemen, seperti yang terjadi di Inggris dan Belanda, atau presiden yang bertanggung jawab kepada rakyat seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan Prancis.


2.2  Demokrasi Dalam Perspektif Islam
Meski prinsip demokrasi itu lahir di daerah Barat dan begitu pula dengan trias politicanya, Demokrasi juga sejatinya merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari Islam. Bahkan sebagian ulama-pun tidak ragu – ragu untuk menggunakan istilah demokrasi. Contohnya adalah Ustadz Abbas Al-‘Aqqad yang menulis buku ‘Ad-dimokratiyah fil Islam. Begitu juga dengan Ustadz Khalid Muhammad Khalid yang menyatakan secara terang – terangan bahwa Demokrasi itu adalah Islam sendiri.
Hal itu tidak lepas dari beberapa hal dalam Demokrasi yang terkait dengan Islam. Beberapa diantaranya adalah prinsip Syura (musyawarah) yang tetap ada dalam demokrasi dalam memutuskan suatu perkara. Begitu pula dengan pemilihan wakil rakyat yang secara umum memang mirip dengan prinsip Syura.
2.2.1. Musyawarah atau Syura’
Pengertian syura
Secara bahasa syura berarti  ﺷﺮﺖﺍﻠﻌﺴﻞ aku memeras/mengambil madu dari sarangnya (al-maraghi IV,1969: 111)  ini mengandung arti syura dilaksanakan untuk mengambil sesuatu supaya mendapat yang terbaik. Sedangkan menurut istilah ahli fiqh adalah musyawarah atau tukar pikiran antara orang-orang yang berkompeten dalam berbagai bidang kajian keilmuan dan kaya pengalaman sehingga dapat melahirkan suatu  kesimpulan yang baik dan benar dalam bentuk keputusan atau ketetapan sebagai suatu nizham yang harus ditaati bersama.
Ar-Raghib Al-Ashfahani mendefinisikan musyawarah sebagai berikut:
ﺍﻟﻤﺸﺎﻭﺮﺓ: ﺍﺴﺗﺧﺮﺍﺥ ﺍﻟﺮﱠﺃﻱ ﺑﻤﺮﺍﺟﻌﺔ ﺍﻟﺑﻌﺾ ﺍﻟﯽ ﺍﻟﺒﻌﺾ
Mengambil kesimpulan dengan bertukar pikiran satu sama lain (Ar-Raghib, tt: 277). Dari pengertian itu dapat disimpulkan bahwa syura artinya memusyawarahkan perbedaan-perbedaan pendapat atas sesuatu untuk melahirkan kebaikan dan kebenaran yang ada di dalamnya.
Syari’at Syura dalam Islam
Islam telah menuntunkan umatnya untuk bermusyawarah, baik itu di dalam kehidupan individu, keluarga, bermasyarakat dan bernegara. Dalam kehidupan individu, para sahabat sering meminta pendapat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah-masalah yang bersifat personal. Sebagai contoh adalah tindakan Fathimah yang meminta pendapat kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Mu’awiyah dan Abu Jahm berkeinginan untuk melamarnya [HR. Muslim : 1480]. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, Al Quran telah menceritakan bahwa syura telah dilakukan oleh kaum terdahulu seperti kaum Sabaiyah yang dipimpin oleh ratunya, yaitu Balqis. Pada surat an-Naml ayat 29-34 menggambarkan musyawarah yang dilakukan oleh Balqis dan para pembesar dari kaumnya guna mencari solusi menghadapi nabi Sulaiman ‘alahissalam.
Demikian pula Allah telah memerintahkan rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam setiap urusan. Allah Ta’ala berfirman,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, Karena itu ma’afkanlah mereka, mohon\kanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. [Ali 'Imran : 159].
Di dalam ayat yang lain, di surat Asy Syura ayat 38, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Rabb-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. [Asy Syura : 36-39].
Maksud firman Allah Ta’ala (yang artinya), “sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka” adalah mereka tidak melaksanakan suatu urusan sampai mereka saling bermusyawarah mengenai hal itu agar mereka saling mendukung dengan pendapat mereka seperti dalam masalah peperangan dan semisalnya [Tafsir al-Quran al-'Azhim 7/211].
Seluruh ayat al-Quran di atas menyatakan bahwasanya syura (musyawarah) disyari’atkan dalam agama Islam, bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa syura adalah sebuah kewajiban, terlebih bagi pemimpin dan penguasa serta para pemangku jabatan. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sesungguhnya AllahTa’ala memerintahkan nabi-Nya bermusyawarah untuk mempersatukan hati para sahabatnya, dan dapat dicontoh oleh orang-orang setelah beliau, serta agar beliau mampu menggali ide mereka dalam permasalahan yang di dalamnya tidak diturunkan wahyu, baik permasalahan yang terkait dengan peperangan, permasalahan parsial, dan selainnya. Dengan demikian, selain beliau shallallahu’alaihi wa sallam tentu lebih patut untuk bermusyawarah” [As Siyasah asy-Syar'iyah hlm. 126].

  Urgensi dan Faedah Syura
Allah ta’ala telah menjadikan syura sebagai suatu kewajiban bagi hamba-Nya dalam mencari solusi berbagai persoalan yang membutuhkan kebersamaan pikiran dengan orang lain. Selain itu, Allah pun telah menjadikan syura sebagai salah satu nama surat dalam al-Quran al-Karim. Kedua hal ini cukup untuk menunjukkan betapa syura memiliki kedudukan yang penting dalam agama ini.
Urgensi dan faedah syura banyak diterangkan oleh para ulama, diantaranya imam Fakhr ad-Din ar-Razy dalam Mafatih al-Ghaib 9/67-68. Secara ringkas beliau menyebutkan bahwa syura memiliki faedah antara lain adalah sebagai berikut :
a.        Musyawarah yang dilakukan nabi shallallahu’alaihi wa sallam dengan para sahabatnya menunjukkan ketinggian derajat mereka (di hadapan nabi) dan juga hal ini membuktikan betapa cintanya mereka kepada beliau dan kerelaan mereka dalam menaati beliau. Jika beliau tidak mengajak mereka bermusyawarah, tentulah hal ini merupakan bentuk penghinaan kepada mereka.
b.        Musyawarah perlu diadakan karena bisa saja terlintas dalam benak seseorang pendapat yang mengandung kemaslahatan dan tidak terpikir oleh waliy al-amr (penguasa). Al Hasan pernah mengatakan,
مَا تَشَاوَرَ قَوْمٌ إِلَّا هُدُوا لِأَرْشَدِ أَمَرِهِمْ
Setiap kaum yang bermusyawarah, niscaya akan dibimbing sehingga mampu melaksanakan keputusan yang terbaik dalam permasalahan mereka” [Al Adab karya Ibnu Abi Syaibah 1/149].
c.         Al Hasan dan Sufyan ibn ‘Uyainah mengatakan, “Sesungguhnya nabi diperintahkan untuk bermusyawarah agar bisa dijadikan teladan bagi yang lain dan agar menjadi sunnah (kebiasaan) bagi umatnya”
Perbedaan antara Syura’ dan Demokrasi
Syura adalah suatu bentuk kerjasama dalam menyuarakan pendapat bagi menentukan ketetapan atau perundangan dalam pentadbiran Islam. Ia berbeda daripada sistem-sistem lainnya disebabkan tanggungjawab di meja syura adalah sebagai pemikul amanah Allah SWT. Ia diwujudkan sebagai badan perundangan dan pentadbiran di mana kekuasaannya berpandukan syariat Ilahi yang disampaikan melalui Al Quran dan Al Sunah
Firman Allah SWT :                    
  إنا عرضْنا الأمانةَ على السماوات والأرضِ والجبالِ فأَبَيْنَ أن يحمِلْنَها وأشْفَقْنَ منها وحمَلها الإنسانُ إنه كان ظَلُومًا جَهُولا (الأحزاب 72)                                                                               
Maka tanggungjawab Khalifah terhadap ummat adalah sebagai perantara di antara kekuasaan Ilahi dengan urusan pentadbiran dan jajahan yang diserahkan kepada hambanya. Segala kekuasaan ini diberikan adalah untuk mendirikan ajaran agama dan melaksanakan tanggungjawab siasah berpandukan kepada ajaran yang diwahyukan kepada baginda Rasulullah SAW.
Firman Allah SWT: 
وما كان لمؤمن ولا مؤمنة إذا قضى الله ورسوله أمراً أن يكون لهم الخيرة من أمرهم ومن يعص الله ورسوله فقد ضل ضلالاً مبينا
  (الأحزاب 36)
Justru, kewajiban manusia sebenarnya adalah mengikut garis panduan dan kebenaran berpandukan kekuasaan حاكمية الله )  ) yang tertinggi. Maka kewajiban  mengikut perintah dan melaksanakan tuntutan syariat merupakan suatu perjanjian yang diberikan oleh Allah kepada hambanya.
Dari suatu sudut, sistem syura dan demokrasi  dilihat mempunyai persamaan dalam beberapa aspek. Antaranya ialah:
1.Sebagai suatu sistem pentadbiran dalam mencapai matlamat untuk melaksanakan beberapa tuntutan kemanusiaan. Ianya berjalan di atas dasar kewarasan akal fikiran manusia tetapi bukanlah merupakan suatu sistem yang tetap. Demokrasi mengalami perubahan berdasarkan perubahan zaman sebagaimana  juga syura.
2. Rakyat adalah sebagai pelaksana kepada ketetapan ataupun perundangan yang dibuat melalui perbincangan. Selain itu juga rakyat memiliki kekuasaan untuk berijtihad terhadap perkara-perkara yang  tidak diturunkan nas di dalam agama samawi.
Di sana perlulah dijelaskan bahawa perlaksanaan sesetengah pentadbiran yang menjalankan sistem pilihanraya bukanlah menunjukkan bahawa ie’tikad kepada sistem barat, sebaliknya ia hanyalah merupakan wasilah dan bukanlah merupakan maksud ataupun matlamat.
Wasilah hanyalah perkara-perkara yang berhubung dengan perlaksanaan  sedangkan maqasid ialah  matlamat yang terhasil daripada perlaksanaan. Walaupun syura kadang-kadang mempunyai persamaan dengan beberapa sistem lain tetapi hakikatnya ia adalah berbeza sebagaimana yang dinyatakan dalam ciri-ciri syura dan demokrasi.7
Keanggotaan majlis syura
Perlaksaan syura adalah satu tugas dan tanggungjawab yang berat kerana ia melibatkan penyelesaian kes-kes berat yang berlaku dikalangan umat islam. Jesteru itu keanggotaan Majlis Syura memerlukan kepada kelakyakkan yang tinggi iaitu ulama yangberilmu, bersifat adil,bertimbang rasa dan bijaksana.
Sebaiknya terdiri daripada ulama yang mempunyai latar belakang dalam pelbagai bidang keilmuan agar dapat memberikan pandangan yang terbaik demi kebaikan umat islam secara keseluruhannya.
Secara ringkas diterangkan syarat kelakyakan menanggotai majlis syura;
A) Bersifat warak dan takwa
B) Bersifat benar dan amanah dalam perbuatan dan amalan
C) Mempunyai keilmuan yang tinggi dalam bidang keagamaan dan bidang-bidang lain seperti politik atau ekonomi
D) Mempunyai pengalaman yang waras ikhtsasnya.sekiranya hanya bergantung pada ikhtisas sahja tanpa melihat kepada pengalamannya dalm menangani permasalaan dikira tidak memadai
E) Ikhtisas dan mempunyai kepakaran yang mendalam; bukan hanya sekadar kepakaran normal sahaja.
Syarat-syarat adlah berdasarkan kepada apa yang telah dicatatkan oleh para ulama muktabar. Syarat-syrat keahlian Majlis Syura mendapat perhatian khusus sebagai satu langkah berhati-hati dalm hal-ahl berkaitan denagn kenegaraan dan pemerintahan yang begitu besar.
Islam tidak meletakkan jumlah yang tertentu dalam satu-satu Majlis Syura tidak terdapat jumlah minimum atau maksimum. Ia bergantung kepada keperluan semasa . semakin besar dan komplek suatu pemerintahan, maka semakin besarlah bilangan ahli dalm Majlis Syura.
2.2.2.  Konsensus atau Ijma’
Pengertian Konsensur atau Ijma’
Ijma’ menurut bahasa mempunyai arti sepakat atau kesepakatan. Sedangkan menurut mayoritas ulama’ adalah :
هو إتفاق جميع المجتهدين من المسلمين فى عصر من العصر بعد وفاة رسول
“Kesepakatan para imam mujtahid di kalangan umat islam tentang suatu syara’ (hukum islam) pada suatu masa setelah rasulullah SAW wafat”. Umumnya permasalahan syara’ yang muncul tidak ditemui dalam nash secara jelas. Semua mujtahid berkumpul dan saling berbagi pandangan. Pandangan-pandangan mereka itu dilandasakan dengan al qur’an dan hadits. Dengan tujuan diperolehnya konklusi yang disepakati oleh seluruh mujtahid yang hadir. 
Dari pengertian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Ijma’ hanya dapat berlaku apabila ada kesepakatan dari seluruh mujtahid dan terjadi pada masa setelah rasul wafat. Dengan demikian kalau ada salah satu mujtahid yang tidak sepakat atau kesepakatan itu terjadi semasa hidupnya rasul maka ini tidak dinamakan ijma’.
Kriteria Ijma’
Ijma’ dipandang sebagai suatu sumber hukum islam sesudah al-qur’an dan hadist jika memenuhi keempat kriteria berikut :
1.      Ada sejumlah mujtahid ketika ditetapkan hukum atas suatu kejadian .
2.      Kesepakatan para mujtahid terhadap syara’ tentang suatu masalah atau kejadian itu lahir tanpa memandang perbedaan negeri atau kebangsaan / kelompok.
3.      kesepakatan para mujtahid itu diiringi dengan pendapat mereka masing-masing secara jelas mengenai suatu kejadian, baik secara qouliatau ucapan (misalnya memberikan fatwa mengenai suatu kejadian) maupun dalam bentuk fi’li atau perbuatan (seperti menjatuhkan suatu keputusan mengenai hukum suatu kejadian). Setelah pendapat-pendapat mereka itu terkumpul harus lahir kesepakatan secara jelas atau muncul pendapat secara kelompok.
4.      Kesepakatan semua mujtahid itu dapat diwujudkan dalam suatu hukum jika sebagian besar diantara mereka mengadakan kesepakatan, maka ijma’ itu tidak bisa didasarkan atas kesepakatan jumlah mayoritas.
Klasifikasi Ijma’
Dilihat dari segi cara melakukan ijtihad, ijma’ dapat dibedakan dalam dua macam;
1.      Ijma’ Sarih adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa terhadap hukum suatu kejadian atau peristiwa dengan menyajikan pendapat masing-masing secara jelas, dilakukan dengan cara memberi fatwa atau memberi keputusan dengan kata lain, setiap mujtahid menyanpaikan ucapan atau perbuatan yang mengungkap pendapatnya masing-masing secara jelas.
2.      Ijma’ Syukuti adalah apabila sebagian mujtahid pada suatu masa mengemukakan pendapatnya secara jelas terhadap hukum suatu kejadian dengan cara memberi fatwa atau keputusan. Sedangkan sebagian yang lain tidak menanggapi pendapat tersebut dengan ucapan dalam hal persesuaian dan perbedaannya.
Dalil Kehujjahan Ijma’
1.      Al-qur’an
Artinya : “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali”.
1.      Hadist
لاتجمع امتى على الضلالة        “Ummatku  tidak akan bermufakat atas kesesatan”